Analisis Politik Luar Negeri: Kepemimpinan Soekarno dalam Pertanyaan Filosofis dan Instrumental
Philosophy Questions
Sosok Soekarno tidak bisa dilupakan dari sejarah Indonesia, heroisme-nya lah yang menjadikan bangsa ini mampu mengembalikan jati dirinya sebagai negara merdeka. Soekarno yang lahir pada 6 Juni 1901 diharapkan menjadi “Putera Sang Fajar” oleh orang tuanya, dan telah menjadi penyambung lidah rakyat. Sebagai harapan besar bagi kedua orang tuanya dan merealisasikan cita-cita politiknya, Soekarno belajar dari tokoh Sarekat Islam (SI) yaitu HOS Tjokroaminoto bersama Tjokroaminoto karakter politik Soekarno dibentuk. Dalam perjalanan politik Soekarno yang banyak rintangan, maka dapat didefinisikan bahwa Soekarno menganggap bahwa politik sebagai arena yang konfliktual. Politik yang konfliktual inilah sebagai bentuk memperjuangkan negara Indonesia, di mana Soekarno terus “struggle of power” hingga dihadapan pengadilan Belanda. Konteks tersebut diinterpretasi dari langkah politik Soekarno untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari Belanda (Kolonialisme dan Imperialisme).
Soekarno kemudian merumuskan cita-cita politiknya berdasar garis fundamental marhaenisme (sosio-nasionalis dan sosio-demokrasi) dan menentang segala bentuk kolonialisme dan imperialisme. Langkah Soekarno berikutnya cenderung radikal dan non-kooperatif pada Belanda untuk menjalankan perjuangannya tersebut. Sejak bersama Tjokroaminoto, Soekarno telah mengkritisi Belanda melalui surat kabar dengan nama samaran, kemudian dilanjutkan melalui perkumpulan atau study club di Bandung yang cukup kritis dan radikal. Selama kuliah di Bandung Soekarno terus menggelorakan semangat perjuangannya melalui study club, bertemu dengan para aktivis, dan rapat-rapat yang dilakukan oleh Soekarno dianggap sebagai ancaman oleh Belanda. Optimisme Soekarno terus digelorakan setelah pembungkaman terhadap dirinya selama kuliah di Bandung, setelah lulus kuliah Soekarno menggunakan jalur politik dengan mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI). Setelah terjadi penangkapan dan pembungkaman kepada Soekarno, PNI yang juga membubarkan diri karena kehilangan pengaruh Soekarno.
Setelah itu, Soekarno bergabung dalam PARTINDO dimana lawannya yaitu Hatta yang juga pada awalnya bergabung dalam PNI dan mendirikan Pendidikan Nasional Indonesia. Adu gagasan dan cara bagaimana melawan Belanda diantara dua tokoh besar tersebut yaitu Soekarno dan Hatta, hingga akhirnya mereka memilih jalan masing-masing Soekarno dengan agitasi dan Hatta pada mencerdaskan rakyat terlebih dahulu untuk bisa merdeka. Di sinilah perbedaan cara dalam melawan Belanda yang menjadi bagian dari struggle of power Soekarno dan Hatta. Soekarno yang visioner dituliskan dalam buku dimana salah satu sub-bab-nya adalah ‘mencapai Indonesia merdeka’ tahun 1933. Dan cita-cita Soekarno telah berhasil dijalankan dari apa yang dia telah tuliskan, dimana cita-cita Indonesia merdeka menjadi capaian terbesarnya untuk rakyat dan republik ini. Soekarno telah menulis dan ditulis dalam sejarah bangsa ini, Soekarno melalui pemikiran revolusionernya memberikan pengaruh besar bagi bangsa ini. Dan langkah revolusioner dan radikal yang menjadikan Soekarno berani melawan sistem membawa dia ke dalam catatan sejarah.
Manusia sebagai aktor utama dalam sejarah memberikan keunikan dalam jalannya sejarah, sama seperti Soekarno yang menulis sejarah dan ditulis sejarah. Menulis sejarah dengan ide cemerlang yang ia dapatkan sejak bersama Tjokroaminoto, merealisasikan cita-cita yang ia tulis, dan keberanian melawan sistem (impéralis, kapitalis, dan kolonialis) bahkan perjuangannya yang tidak mudah memberikan dampak besar bagi merdekanya negara ini. Bahwa Soekarno telah membawa sejarah sesuai dengan yang ia inginkan, untuk Indonesia merdeka, menghapuskan kejahatan dan penjajahan di muka bumi bersama dengan pemimpin revolusi lainnya. Dan Soekarno juga ditulis oleh sejarah mengenai perjuangannya yang gigih dari berbagai persepsi dan perspektif yang ada dan penentangan kepada hegemoni dunia seperti Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Instrumental Questions
Pada masa awal perjuangan Soekarno, ia selalu menginginkan perjuangan dengan cara radikal (non-kooperatif), juga dengan mengkritisi Belanda melalui tulisan-tulisan dalam koran. Namun, setelah semakin dewasa lebih tepatnya masa pendudukan Jepang Soekarno bersama Hatta menggunakan cara kooperatif, dikarenakan Soekarno dan Hatta diberikan fasilitas untuk berpartisipasi mengelola Bumi Putera. Hingga pada akhirnya Jepang menjanjikan kemerdekaan Indonesia dengan membentuk BPUPKI dan PPKI dimana Soekarno menjadi bagian di dalamnya. Masa awal kemerdekaan dengan kondisi republik yang belum stabil dan masih banyak pemberontakan dan intervensi asing, Soekarno menggunakan multi cara dengan pendekatan kooperatif dan militer. Dalam masalah pengakuan kedaulatan dan isu Irian Barat, Soekarno menggunakan cara diplomasi yang mampu mengakomodasi kepentingan Indonesia.
Resiko politik yang diterima Soekarno sangat besar apalagi ia sangat kritis dengan Belanda maupun selama pemerintahan berlangsung Indonesia menjadi rebutan negara superpower. Resiko yang didapat dari beberapa video tersebut yaitu, ketika Soekarno dalam masa perjuangan mengkritisi Belanda melalui artikel koran dan membentuk study club hingga PNI. Ini jelas beresiko besar bagi dirinya yang berujung pada pemenjaraan, pengadilan, dan pengasingan namun resiko itu ia terima disanalah ia dapat belajar lebih banyak lagi tentang cara bernegara hingga mampu merumuskan nilai-nilai dasar Pancasila. Kemudian dalam masa pemerintahannya Soekarno melarang kebebasan pers seperti negara demokrasi lainnya, Soekarno menganggap bahwa kebebasan pers sebagai ancaman yang bisa memengaruhi opini publik kepada pemerintah. Dan langkah itu ia kontrol dengan sebaik mungkin dengan hanya ada satu saluran televisi nasional (TVRI) dan RRI sebagai radio utama. Dengan keputusan itulah Soekarno melarang kebebasan pers, dan tentu dilakukan dengan memobilisasi aparat pemerintahan.
Kesempatan politik Soekarno yang didapat dari beberapa video tersebut yaitu ketika ia merasa bahwa sudah cukup ilmu dan berpengalaman memahami politik. Sebagaimana Soekarno yang belajar dari pengalaman politik HOS Tjokroaminoto di Sarekat Islam, belajar mengkritisi Belanda, hingga cukup ilmu dan pengalaman dalam study club juga PNI. Sebelum itu, Soekarno juga memiliki previlege khusus dimana ia bisa sekolah karena orang tuanya keturunan ningrat, sehingga ia memanfaatkan untuk belajar sebaik mungkin agar bisa merealisasikan cita-cita ibunya sebagai ‘putera sang fajar’. Kesempatan dan peluang Soekarno ketika ia memahami fenomena politik Perang Dunia II dimana Jepang telah kalah dari Amerika Serikat, namun sayangnya Soekarno masih didesak oleh golongan muda untuk segara memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Fungsi dan peran sentral Soekarno menjadi bagian penting dalam republik ini. Ide dan kebijakan kontroversial itulah yang menjadi keputusan Soekarno menjalankan pemerintahan republik yang tidak stabil. Peran Soekarno sebagai ketua PPKI menjelaskan fungsi dan peran sebagai panitia persiapan kemerdekaan Indonesia, hingga ditunjuk sebagai presiden RI. Fungsi dan peran sebagai presiden RI inilah yang menjadi titik balik Soekarno sebagai peran kunci pemerintahan Indonesia. Di sinilah kebijakan politik di mana Indonesia masih belum stabil kemudian dirumuskan dan peran diplomasi juga ditingkatkan untuk pengakuan kedaulatan Indonesia.
Tipe Personalitas Pemimpin
Tipe personalitas Soekarno dapat diidentifikasi melalui dari dua pertanyaan besar yaitu; 1) apakah pemimpin memberikan seluruh energi terhadap tugasnya sebagai pemimpin?; 2) bagaimana pandangan seorang pemimpin mengenai politik?. Dari dua pertanyaan besar itulah yang kemudian dapat disimpulkan bahwa Soekarno adalah seorang pemimpin yang active-negative. Hal itu didapatkan melalui bagaimana Soekarno memperjuangkan Indonesia dengan sekuat tenaga agar Indonesia mendapatkan kemerdekaannya. Dalam masa pemerintahannya, Soekarno harus berfokus pada urusan dalam dan luar negeri. Kondisi dalam negeri yang belum stabil dimana terjadi banyak pemberontakan, perjuangan kelompok kepentingan, sehingga beberapa republik mengalami perubahan sistem pemerintahan. Juga, energi Soekarno terkuras oleh perjuangan pengakuan kedaulatan Indonesia di dunia internasional. Dalam pandangan penulis, fokus Soekarno lebih kepada urusan politik luar negeri pada periode 1950–1960an, pada awal kemerdekaan Soekarno lebih mematangkan urusan bernegara dan politik dalam negeri.
Namun, pada pertanyaan pandangan politik, Soekarno lebih menganggap politik sebagai jabatan yang abadi namun terbatas. Maksudnya adalah ketika Soekarno diangkat sebagai presiden seumur hidup hanya tuhan dan kematian yang menjadi pembatasnya. Dan Soekarno berkeinginan mempertahakankan kekuasaannya hingga dia merasa bosan atau jenuh untuk berkuasa kembali. Namun, takdir berkata lain peristiwa G30S/PKI menjadi faktor terbesar atas kemunduran kepemimpinan Soekarno. Disitulah akhir karir politik Soekarno dan jabatan sebagai presiden RI pertama.
Tulisan ini ditulis berdasarkan analisa operational codes dan leader personality types dari Marijke Breuning dalam Foreign Policy Analysis: A Comparative Introduction (2007).